Edaran 'bahaya LGBT' di Cianjur, Jawa Barat, memicu polemik Edaran 'bahaya LGBT' di Cianjur, Jawa Barat, memicu polemik ...
Edaran 'bahaya LGBT' di Cianjur, Jawa Barat, memicu polemik
Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengedarkan surat yang "dinilai diskriminatif" terhadap kelompok Lesbian Gay Biseksual dan Transegender (LGBT).
Warkat tertanggal 15 Oktober 2018 itu menginstruksikan pengurus masjid, sekolah, dan perangkat dae rah menyosialisasikan "bahaya LGBT serta HIV/AIDS".
Juru bicara Pemkab Cianjur, Gagan Rusganda, menyebut edaran tersebut lahir karena pihaknya "khawatir terhadap perilaku LGBT yang meningkat".
"Ketika perilaku LGBT ini terus menumpuk, mau tidak mau kita mulai bekerja bagaimana perilaku tersebut tidak terus bertambah," ujar Gagan kepada BBC News Indonesia, Jumat (19/10).
Gagan mengutip temuan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Cianjur yang menyebutkan pada rentang Januari hingga Juli 2018, jumlah orang dengan orientasi seksual lelaki seks lekaki (LSL) sebanyak 617 orang, turun dibandingkan tahun lalu yang angkanya sekitar 2.800 jiwa.
Berdasarkan catatan KPA, jumlah pengidap HIV/AIDS sepanjang Januari sampai September 2018 mencapai 95 orang. Gagan mengatakan itu belum tentu disebabkan oleh orientasi seksual yang sejenis.
- Kasus penggerebekan pusat kebugaran: Kaum LGBT makin didiskriminasi?
- HRW: Te kanan kepada LGBT tingkatkan infeksi HIV
- Dipertanyakan, upaya mengayomi kalangan LGBT lewat KUA
Ia mengatakan surat edaran diterbitkan setelah berdiskusi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dikatakan bahwa salah satu dasar Pemkab mengeluarkan surat edaran khotbah Jumat atau sosialisasi itu untuk mengurangi "tumbuh kembang LGBT".
"Juga karena LGBT bertentangan dengan ajaran Islam," jelasnya.
Surat Edaran Bupati Cianjur Nomor 400/5368/Kesra Tentang Penyampaian Khotbah Jumat Terkait LGBT ini telah disebar ke seluruh kantor kecamatan, kelurahan, dan kepala desa.
Nantinya tiap-tiap perangkat daerah harus menyampaikan informasi tentang bahaya LGBT dan HIV/AIDS.
Jika ada warga yang ketahuan memiliki orientasi seksual LGBT akan dilaporkan ke Komisi Penanggulangan AIDS.
"Yang menangani nanti KPA dan mitranya. Mereka diarahkan ke sana dan nanti dibimbing," kata Gagan.
Gagan meyakini dengan mel aporkan bisa menghentikan aksi main hakim sendiri atau persekusi seperti yang dikhawatirkan banyak pihak, terutama aktivis kemanusiaan.
Rencananya, Senin (29/10), Pemkab Cianjur akan mengirimkan surat edaran serupa ke sekolah-sekolah mulai dari SMP-SMA.
Tapi aktivis LGBT dari Arus Pelangi, Yuli Rustinawati, mmengatakan imbauan bupati itu "bakal memancing aksi kekerasan dan Pemkab ikut melegalkan tindakan tersebut".
"Saya tak yakin tak ada persekusi. Malah pengusiran mungkin bisa terjadi, hanya dengan asumsi ada dua laki-laki tinggal di satu rumah," ucap Yuli.
Dari pantauan lembaganya, tindakan diskriminatif terhadap kelompok LGBT "terus meningkat dalam tiga tahun terakhir".
Penyebabnya karena ujaran kebencian dari kelompok agama. Dan Jawa Barat menjadi provinsi "paling banyak menerbitkan kebijakan intoleran kepada LGBT".
"Ini negara di mana? Persekusi dan kebencian sudah terjadi atas nama agama. LGBT seperti sudah digambarkan buruk dan akan merusak bangsa. Padahal masih banyak PR pemerintah," kata Yuli.
Islam tak menebar teror
Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD), Aan Anshori, mengatakan pihaknya menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten Cianjur yang "tidak rasional".
Sebab menurutnya, Pemkab "tidak memahami konsep keragaman identitas dan gender".
"Tidak mengerti gender dan seksualitas malah mengambil keputusan politik yang ujung-ujungnya jelas mendorong seseorang membenci orang lain," ujar Aan Anshori kepada BBC News Indonesia.
"MUI bukan ahli yang serba bisa. Kalau kita adalah hakim yang diminta memutuskan suatu persoalan, ya harus tahu seluk beluknya. Kalau tidak dipertanyakan fatwanya," kata Aan.
- 'Politisasi' isu LGBT di balik pembahasan RUU KUHP
- 'Saya tak pernah bahagia': kisah kaum LGBT yang dipaksa menikah
- "Mayoritas rakyat Indonesia menerima hak hidup LGBT" : Survey
Penggerak GUSDURian Jombang ini memberikan sudut pandang berbeda dalam memandang LGBT dan Islam. Dia mengutip ajaran Anas bin Malik, salah satu sahabat Nabi Muhammad, yang mengatakan agama haruslah rasional sehingga tak boleh mengabaikan prinsip saintifik.
Sedangkan kebanyakan umat Islam "menggunakan peristiwa Nabi Luth sebagai sandaran membenci homoseksual, padahal narasi terkait hal itu sangat banyak dalam Alquran".
"Saya sudah baca teksnya. Tak hanya satu ayat, tapi tersebar di delapan surat. Kalau cuma lihat satu ayat saja, sangat mungkin terjadi salah penafsiran," terang Aan.
Dari pembacaannya, peristiwa Nabi Luth terjadi karena praktik pemaksaan dalam hubungan seksual. Dan baginya, segala tindakan yang didasari tanpa persetujuan tidak dibenarkan.
"Jadi dibaca jangan parsial. Baca seluruh ayat. Yang terjadi dalam peristiwa Nabi Luth adalah upaya percobaan perkosaan antara lelaki dengan lelaki," katanya.
"Sebab tak bisa perkosaan disamakan hubungan nonperkosaan. Sayangnya tak banyak masyarakat yang memahami bahwa soal Luth itu adalah upaya percobaan perkosaan," kata Aan.
Sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia yang diterbitan Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia PBB, "orientasi homoseksual bukanlah gangguan".
Dikatakan pula "homoseksual dan biseksual sama dengan heteroseksual".
Aan m enyarankan Pemkab Cianjur agar lebih menggencarkan pendidikan tentang gender dan seksualitas. Tujuannya agar masyarakat tak mudah diprovokasi tanpa alasan yang jelas.